Macet. Mungkin itu salah satu kata yang akan teringat saat mendengar kata Jakarta. Gue sendiri mengakui bahwa gue bukan warga Jakarta, domisili gue ada di Tangerang Selatan, tepatnya Bumi Serpong Damai atau BSD. Namun, Jakarta akan selalu menjadi bagian dari hidup gue. Sebenarnya sudah lama gue mau menulis tentang sisi lain dari pengamatan gue pribadi tentang Jakarta. Dari entah tahun kapan gue selalu menjamah Jakarta, sebab satu dan lain hal, banyak tempat menarik (gaul maksudnya) banyak berada di Jakarta. Jadi suka nggak suka gue akan menjajah Jakarta. Kenapa gue sekarang tiba-tiba mau menulis lagi tentang Jakarta? Sekarang ini kebetulan gue sedang melarikan diri dari Jogja, kota di mana menjadi "rumah" kedua gue selama empat tahun belakangan. Melarikan dirinya gue ke BSD ini dalam rangka untuk menyelesaikan beberapa tulisan, kalau gue tetap di Jogja, gue yakin mungkin belum tentu secepat gue kembali ke BSD ini. Jadi, inilah gue, sudah hampir sebulan berada di BSD tercinta.
Oke, kembali lagi ke permasalahan Jakarta. Jujur, dalam hidup gue sangat mudah untuk kagum dan jatuh cinta pada sebuah kota, sebut saja Jogja dan Freiburg. Keduanya adalah kota favorit gue, keduanya kota kecil yang di dalamnya tersedia banyak hal untuk dinikmati. Kota selanjutnya? Jakarta. Bagi beberapa orang mereka akan memilih untuk meninggalkan Jakarta dan mencari tempat yang lebih nyaman serta teratur untuk ditinggali dan hidup. Gue? Gue sementara ini belum kapok dengan kejamnya Jakarta. Gue bisa ngomong kayak gini berdasarkan pengalaman magang pertengahan tahun lalu. Gue magang selama satu bulan di sebuah pusat studi perkotaan yang berada di Sarinah, persis di belakang gedung Bakmi Gajah Mada. Perjalanan yang gue lalui untuk mencapai kantor cukup jauh, tetapi cukup beruntung. Mengapa beruntung? Karena untuk berangkat pagi ke kantor bisa menumpang ibu gue yang kebetulan berkantor di Thamrin, sehingga gue terselamatkan dari hiruk pikuk kereta atau bis di pagi hari. Oke, perjalanan pagi juga tidak semulus yang dikira, macet, jelas. Dan datanglah waktu perang bagi gue, yaitu saat pulang kantor, dengan kesiapan badan, akan menghadapi kerasnya para perempuan di bis transjakarta. Adu bahu dan tubuh terkadang diperlukan agar bisa masuk dan keluar dari bis. Saat gue magang kebetulan bertepatan dengan bulan puasa, sehingga emosi orang-orang agak sedikit mungkin terpendam. Gue juga cukup beruntung sesekali pulang ditemani teman, yaitu Angel, dan kadang kalau beruntung bisa bareng ibu gue. Perjalanan dari Sarinah sampai Gelora Bung Karno cukup mengesankan bagi gue, dari yang awal gue masih bingung dan sampai diteriakin karena salah berdiri, sampai lari-lari ngejar transbsd karena salah turun halte transjakarta. Setelah sampai Gelora Bung Karno perjalanan gue belum berakhir, untuk mencapai BSD gue harus naik transbsd, di mana jamnya pun tergantung dengan kemacetan yang ada pada hari itu. Suatu hari gue pernah terjebak macet cukup lama, gue lagi puasa, belum makan, dan di kursi depan gue ada yang buka bungkusan nasi padang dengan sopannya. Cobaan, cobaan. Lika liku selama magang bukan hanya itu saja, tapi gue mendapatkan kesempatan yang mungkin untuk beberapa orang ini sudah biasa, gue naik motor perdana mengarungi Sarinah sampai Kampus Binus. Kebetulan gue selama magang ada kerjaan untuk observasi di daerah sepanjang Sarinah sampai Kampus Binus (kalau tidak salah). Agar lebih mudah maka gue dan seorang teman naik motor dengan gue sebagai pengendara. Dari pengalaman ini gue merasakan langsung macetnya Jakarta, emosinya, panasanya, dan tentu saja polusinya. Polusi selama berkendara motor berhasil membuat baju putih saja jadi agak abu-abu. Interaksi langsung dengan kemacetan dan melihat orang-orang di jalanan lebih dekat membuat gue semakin jatuh hati dengan Jakarta. Aneh mungkin, tapi gue menikmati segala hal ini. Mungkin juga banyak yang melihat seperti tidak ada kehidupan karena bangun pagi, macet, kantor, pulang malam, macet, dan mengulangi dari awal semuanya. Bagi gue yang baru merasakan sebulan tidak terlalu berat, belum tahu apakah nanti gue akan tetap jatuh cinta dengan Jakarta kalau suatu hari gue bekerja di Jakarta dan merasakan ini selama bertahun-tahun. Jakarta disatu sisi memiliki sisi yang menurut gue kejam, membuat orang terjebak di aktivitas yang sama, tetapi ya kembali ke orangnya gimana melihat kekejaman ini, kan?
0 Comments
Hanya dua jam. Baru lima kali dan hanya dua jam. Mungkin tidak spesial, tetapi dua jam telah meninggalkan banyak kesan dan menimbulkan banyak kerinduan setelahnya. Tidak ada yang pernah, mungkin demikian juga Tuhan. Tidak ada yang tahu akan seperti ini. Tidak akan ada yang tahu pula akan berakhir bagaimana. Baginya, bisa mendapatkan dua jam bagaikan mendapatkan undian lotere. Tidak ada yang memahami situasi ini. Apakah mereka sendiri memahami? Saya rasa tidak. Namun, yang saya tahu ada dari mereka yang tidak akan menyerah. Apa alasannya? Hanya ia yang tahu. Salam olahraga! Minggu ini gue telah berhasil melakukan olahraga singkat selama 7 menit atau sering dikenal dengan "7 minute workout". Sebenarnya gue bukan tipikal orang yang sibuk, cuma pemalas. Jadi gue merasa latihan selama 7 menit ini pas banget sama gue. Setelah melakukan percobaan pertama gue berhasil mengeluarkan keringat yang selama ini hanya keluar dari naik motor kepanasan dan makan makanan pedas. Sukses loh seriusan, dan sebenarnya ini sudah populer lama, tapi gue baru coba sekarang. Buat yang penasaran wajib banget coba!
Gue enggak mau menulis tentang olahraga kok, tenang, gue enggak segitunya gila olahraga. Jadi gue sebenarnya mau menulis mengenai alter ego. Gue entah kenapa yakin semua orang pasti punya alter ego dari dirinya. Gue sendiri sebenarnya kurang yakin apa ini bisa disebut alter ego atau bukan, tapi tenang gue enggak menjalaninya beneran. Tapi menurut gue pribadi mungkin ini hanya sisi lain dari gue. Alter ego atau sisi lain atau apapun itu, gue sendiri merasa gue punya. Dibalik penampilan dan kelakuan gue sehari-hari, gue sangat menyukai Kpop. Mungkin bagi sebagian orang menganggap gue ikut-ikutan, termakan jaman, ya apapun itu. Nah, hampir semua teman gue jijik sama sisi lain dari gue ini, terutama kalau menyangkut SNSD atau lebih mudah disebut dengan Girls' Generation. Dibandingkan kebanyakan perempuan yang suka boyband Korea, gue lebih suka mereka. Tenang, bukan karena gue doyan muka mereka, tapi gue suka mulai dari kepribadian mereka kalau di acara televisi, sampai ke musik mereka. Jijik kan. Jarang yang bisa menerima ini (cie kesannya serius banget), satu-satunya yang mengerti hanyalah kakak gue, yang lagi-lagi juga banyak orang enggak percaya gila Korea dan Kpop juga. Girls' Generation adalah satu hal yang menggambarkan sisi lain gue. Percaya enggak percaya gue sampai merelakan memori eksternal harddisk cukup banyak untuk menyimpan video dan acara-acara televisi mereka. Gue sendiri juga enggak paham kenapa gue bisa jadi fans mereka. Kalau banyak orang bilang lagu-lagu 2NE1 itu lebih keren dari Girls' Generation, iya sih, tapi tetap Girls' Generation di hati!! Makin jijik kan bacanya. Udah sering kena makian karena tiba-tiba gue pasang lagu mereka di tempat umum. Ditambah lagi dengan gue enggak bisa nonton konser mereka September besok karena satu dan lain hal. Rasanya sedih enggak bisa nonton! Karena gue jarang punya grup band atau penyanyi kesukaan gue datang bikin konser tunggal mereka. Apalagi ditambah prinsip gue kalau nonton konser tunggal seseorang, kalau gue enggak paham semua lagunya, gue enggak merasa harus nonton. Masalahnya gue tahu semua lagu Girls' Generation! Jadi kalau enggak bisa nonton mereka cukup kecewa dan Kahitna tetap menjadi konser tunggal pertama yang gue datangi. Gimana makin jijik kan? Kalau begitu gue sudahi saja, inget, semua orang pasti punya sisi kayak gini, bedanya gue sudah ketahuan aja. Terakhir, untuk Girls' Generation, tahun depan tolong datang lagi ya. See you next year :) Harus bagaimana? Sepertinya pertanyaan ini luas dan bisa bicarakan mengenai apapun ya. Gue sendiri sekarang yang lagi ada di pikiran kebetulan adalah mengenai harus bagaimana gue bersikap atau berpenampilan. Kenapa gue jadi tiba-tiba ngomongin gini, sebenarnya ini muncul mendadak, lagi bengong, terus melihat foto-foto teman-teman sebaya sekarang. Boleh jujur? Kalau gue boleh jujur hampir bisa dibilang mereka semua berpenampilan sama, ada garis besar yang bisa ditarik, atau kesamaan yang bisa dilihat. Gue sendiri adalah orang yang bisa dibilang enggak terlalu mengikuti gaya berpakaian terkini, gue pakai pakaian yang menurut gue nyaman aja, udah gitu aja. Agak salah sih sebenarnya, gue soalnya suka banget lihat cowok yang ngerti gimana harus berpakaian, tapi guenya sendiri enggak.
Sayangnya ketidakpedulian gue akan hal ini kadang membuat gue jadi bingung sendiri kalau akan pergi sama teman-teman gue, terutama teman SMA, mereka semua kalau gue boleh jujur lagi cukup mengikuti perkembangan cara berpakaian terkini, yang gayanya umum kita temukan hampir di setiap pusat perbelanjaan di Jakarta. Gue? Jatuhnya akan jatuh banget kalau dibandingkan dengan gue. Kalau dipikir ya, ini semua mengikuti bertambahnya umur juga kali ya, mereka semua makin dewasa, mengikuti bagaimana mereka juga berpakaian. Gue sendiri di Jogja hidup dengan kakak gue yang berumur 25 tahun dan gaya berpakaian dia enggak jauh dari gue. Mungkin ini juga karena dia kerja di tempat yang enggak menuntut dia untuk berpakaian rapi bahkan formal. Kalau gue sendiri di Jogja lebih enggak peduli mau pakai apa ya gue pakai aja, karena gue pikir siapa yang mau lihat juga kan. Kalau pergi sama teman SMA baru deh gue kadang kebingungan sendiri, kalau gue mengikuti gaya mereka gue bisa jijik sendiri ngeliat gue di kaca, sekarang aja udah enggak kuat. Mungkin ada saatnya di mana gue akan berubah, mungkin ya, karena lingkungan sosial gue sekarang enggak ada tuntutan untuk berpakaian tertentu, enggak tahu kedepannya gimana. Mungkin berubah, mungkin. Awal tulisan ini akan gue mulai dengan permintaan maaf kepada pembaca yang mungkin tidak ada. Pertama, gue menyesali karena tidak menepati janji untuk menuliskan pengalam selama 29 hari di Freiburg ke dalam laman ini. Kedua, gue meminta maaf karena pada tulisan terakhir banyak yang salah ketik, maklum ditulis dengan alat komunikasi layar sentuh pinjaman. Namun, permintaan maaf gue, bagi gue sendiri menunjukan bahwa gue sibuk atau bahkan sok sibuk selama di Freiburg. Gue selalu lupa karena gue terlalu menikmati kota kecil ini dengan waktu yang gue punya ini. Nah, dalam tulisan kalo ini gue mau menebus dosa untuk menceritakan pengalaman gue selama disana. Mulai!
Sebelumnya gue belum pernah cerita mungkin kenapa gue tiba-tiba bisa sampai ke Jerman. Gue sering menulis bahwa dalam kehidupan gue, pilihan yang gue ambil sering dipandang sebelah mata oleh orang luar. Pertama, saat gue memilih masuk kelas Bahasa di SMA, kedua, saat gue memilih masuk jurusan Antropologi Budaya. Cukup populer di telinga gue sendiri banyak yang berkomentar, "nanti mau jadi apa?", "itu yang gali candi ya?". Enggak masalah, enggak semua orang paham juga dengan segala keputusan yang kita ambil. Singkat cerita, di jurusan gue ini mereka telah memiliki kerjasama dengan universitas di Freiburg selama 10 tahun untuk melakukan pertukaran mahasiswa. Petukaran mahasiswa ini bentuknya adalah penelitian. Setiap tahunnya, mahasiswa Jerman dan Indonesia akan bergantian datang ke dua negara ini untuk melakukan penelitian. Contoh gue, mahasiswa Indonesia tahun ini datang ke Freiburg untuk penelitian dengan ditemani oleh mahasiswa darisana, tahun berikutnya mereka akan datang ke Jogja, dan ditemani oleh mahasiswa setempat. Tahun lalu, kampus gue kedatangan mahasiswa dari Freiburg, untuk bisa ikut penelitian dengan dia, gue harus seleksi dengan membuat proposal, serta wawancara. Lolos. Selama satu bulan gue penelitian bersama dengan dia, namanya Soeren. Selesai penelitian, gue diwajibkan membuat sebuah makalah mengenai hasil dari penelitian gue. Tahun berikutnya, giliran gue datang ke Freiburg, caranya hampir sama, gue diwajibkan membuat proposal dan melalui proses wawancara dengan bahasa Inggris tentunya, kalau pakai bahasa Jerman, mati. Akhirnya menghasilkan berita bahwa gue lolos dan bisa pergi melakukan penelitian selama satu bulan di Freiburg. Kira-kira begitulah cerita singkatnya. Kalau bercerita gue penelitian tentang apa rasanya kurang seru dan akan membosankan. Lebih baik gue menceritakan tentang kota Freiburg. Freiburg di mata gue adalah Jogja versi Eropa. Mengapa? Freiburg itu kotanya kecil, semua hal dia punya di dalamnya, mulai dari musik, seni, gerakan sosial, tempat belanja, kota tua, dan masih banyak lagi. Suasana kota kecil inilah yang membuat gue nyaman selama berada disana. Ditambah lagi dengan transportasi umum yang sangat mendukung, tram, bus, dan kereta. Oya, karena kotanya kecil, gue hampir bisa berjalan kaki kemana pun itu, dan berjalan kaki di Freiburg adalah pengalaman yang menyenangkan. Hobi gue selama di Freiburg adalah menyesatkan diri, karena dengan kalian menyesatkan diri, kalian akan mengenal kota itu lebih dekat lagi. Gue pernah berjalan kaki jauh mengelilingi kota Freiburg, melewati perumahan, jalanan di samping sungai, sampai masuk ke pemukiman imigran yang katanya terkenal dengan tingkat kriminal yang tinggi. Pengalaman baru lagi bagi gue adalah datang ke pesta atau "party" di rumah atau flat mahasiswa. Itu adalah pengalaman baru yang aneh tapi seru, aneh karena kadang mereka asik sendiri ngobrol pakai bahasa Jerman, seru karena memang suasananya seru. Urusan hiburan Freiburg juga punya, banyak acara musik yang mereka punya, dan sejauh yang pernah gue datangi semuanya keren! Nah, urusan belanja pun juga bisa terpenuhi, mulai dari barang bekas yang keren, sampai merk yang harganya enggak mungkin gue beli semua ada. Sekarang kalau bicara soal makan, jelas gue menghabiskan cukup banyak uang untuk mencoba berbagai jenis makanan, dan tetap yang membuat gue jatuh cinta adalah roti dan sosis, dua hal terbaik di Jerman! Singkat cerita itulah rangkuman perasaan gue akan Freiburg. Tiap orang memiliki kesan pribadi akan sebuah kota, bagi gue Freiburg telah mencuri perhatian gue dan memanggil-manggil gue untuk kembali kesana. Tiga kata terakhir untuk Freiburg..... Yak, pada episode dua kali ini, gue mengalami presentasi untik pertama kaljnya di depan para dosen dan mahasiswa yang lainnya mengenai penelitian gue. Tegang, jujur cyjn rasanya tapi apa mau dikata semua harus dijalankan. Untung banget punya teman penelitian dari universitas sinj yang sangat kooperatif dan mahasiswa setempat yang sangat memberikan saran yang sangat bagus. Walaupun dibantai, yah lumayanlah tapi enggak parah banget, kemmpuan gue dalam mengolah dan melihat suatu masalah dalam penelitian semakin terlatih, apalagi bekerja dengan orang yabg berbeda kebudayaan serta bahasa dengan kita. Yang pasti adalah gue mengasah kemampuan bahasa inggris! Mau enggak mau kemanapun pakai bahasa inggris, karena ternyata pengalaman dua tahun dapat pelajaran bahasa jerman di SMA dan satu bulan sebelum keberangkatan cukup tidak membantu gue.
Setelah presentasi, malam gue pun dihabiskan dengan beberapa mahasiswa antropologi Jogja yang bertemu seorang perempuan Medan yang ternyata kelakuannya sangat amat ajaib, tapi dalam artian positif, sangat menyenangkan! Dan melalui dia jua gue dapat banyak informasi soak perkuliahan dan kehidupan di Freiburg sendiri. Sekian sedikit cerita untuk hari ini. Ciao! Hari ini sebenarnya afalah hari kedua, tapi karena kemarin gue cukup capek jadi enggak kuat buat berpikir dan apalagi bergerak. Yah, maklum aja masih jetlek, walaupun enggak ngefek banget tapi lumayan membuat agak ngawang.
Oke kemarin hari pertama di DE, gue sampai dan mendarat dengan unyu jam delapan pagi di Frankfurt, itu sama aja sekitar jam satu siang di Indonesia. Sampai di bandara kita langsung di jempit oleh sekawanan mahasiswa dari Freiburg, dengan membawa papan nama UGM, dengan mudah kita menemukan mereka, apalagi yang jemput adalah si Soeren, alias teman penelitian gue yang dulu. Ternyata dari Frankfurt ke Freiburg memakan waktu kurang lebih 2,5 jam menggunakan mobil dan kita naik mobil. Gue satu mobil sama Soeren ini, ternyata di DE lagi macet jalan tolnya karena tabrakan dan kalau enggak salah banjir di beberapa daerah. Namun, dengan keahlian Soeren dalam menyetir alias kenceng banget, ditambah lagi dia ada GPS jadilah kita sampai di Freiburg pertama, walaupun total perjalanan jadi empat jam tapi okelah. Pas di jalan kita sempat berhenti untuk istirahat, sebelumnya sejak mendarat gue belum pernah sama sekali merasakan udaranya langsung, dan pas keluaaarr........ Dingin banget cyin! Suhunya lagi 14 derajat dan gue cuma pakai kemeja dengan percaya dirinya. Ditambah lagi pas malam gue makan malam di luar, masyaolooooohhh cyin muka rasanya kayak ditampar tampar dinginnya!!!! Oya ngomongin makan malam, gue kemain makan malam hanya 4,70€ alias hampir 50ribu saja, padahal gue makan past segede dosa sama bir yang gelasnya mayan gede, semua berkat happy hour yang diajarkan oleh para mahasiswa sana. Kemarin kita makan di tempat kayak kafe gitu namanya Atlantik, radanya sangat cocok pas uang seret!!! Nah bicara tempat tinggal, gue tinggal di flat salah seorang teman mahasiswa yang ngurus program pertukaran gue ini. Pernah monton film Amerika tentang mahasiswa? Kurang lebih kondisinya pasti terbayang, ada enam kamar yang dihuni oleh para perempuan dan dua laki-laki. Keren dan nyaman pokoknya, dan mereka juga bantuin gue dan putri dengan senang hati (kayaknya). Intinya sejauh ini gue senang tinggal disini apalagi matahari udah keluar! Horeeeh! Menuju negara sosis hari kedua! Hari ini akhirnya gue menuju ke negara tersebut. Kebetulan rejekinya dikasih naik pesawat Etihad. Saat ini sendiri gue masih sampai di Abu Dhabi, waktu disini masih jam kurang lebih 1 atau menuju setengah 2. Nah selama perjalanan menuju kesini seperti yang diramalkan oleh Gita bahwa pesawat akan bergincang selama 4 jam. Sebagai orang yang takut naik pesawat gue cukup tenang selama goncangan, untungnya. Sekarang masih akan menunggu sampai jam 02.00 WBA alias waktu bagian arab. Sampai bertemu lagi di postingan berikutnya. Ciao!
Hari pertama atau mungkin ini adalah hari kedua penantian gue menuju keberangkatan ke negara sosis yang gue ceritakan. Tegang!!!! Itu mungkin kata utama yang ada di otak gue sampai sekarang, gue enggak kebayang banget nanti bakal kayak gimana penelitian gue. Disamping itu pada akhirnya sisi sok bijak gue keluar, mencoba tenang dan berpikir semua baik- baik saja dan yang pasti gue harus usaha! Doakan saya! Oke, pengalaman pertama sebelum sampai ke negeri sosis. Seperti yang kebanyakan orang yang sudah kenal gue, gue orang yang takut naik pesawat. Semua ini berawal dari pengalaman gue naik peaawat pas hujan dari Jogja ke Jakarta. Jangan tanya gue rasanya apa. Sejak saat itu gue mulai tegang kalau harus naik pesawat, yang pasti kalau peaawat goyang dikit gue akan mulai panik. Hari ini gue menggunakan pesawat sebagai transportasi menuju Jakarta. Eh, kemarin maksud gue, soalnya sekarang kan hari Sabtu. Nah, cuaca kemarin siang bisa dibilang mendung manja, karena tidak terlalu mendung pekat. Tegang, lagi- lagi tegang. Pada akhirnya gue melakukan trik trik untuk tenang selama penerbangan singkat ini..
1. Jangan duduk sekat jendela, duduklah di dekat lorong, karena kalau dekat jendela pasti kita akan semakin cemas melihat cuaca 2. Jangan makan, karena saat tegang perut pasti berkontraksi, dan kalau makan pasti nanti mual 3. Dengarkan musik yang bertempo cepat, karena akan sesuai dengan degup jantung saat tegang 4. Bacalah bacaan yang berbahasa asing, karena akan fokus memikirkan arti kalimat itu dibandingkan memikirkan pesawat yang goyang Itulah saran gue, jika diikuti, niscaya penerbangan kalian akan nyaman. Oke, tujuan gue cerita ini adalah dalam beberapa jam lagi gue akan berada di dalam pesawat dalam waktu yang cukup lama, mungkin 16 jam. Gue sendiri udah lama banget enggak berada di pesawat sebegitu lamanya. Cukup tenang dengan penerbangan yang akan datang, karena pesawatnya besar, jadi gue enggak begitu khawatir. Yah, doakan saja semoga lancar di perjalanan! Tapi yang paling penting doakan semoga penelitian gue lancar di negeri sosis nanti ya! Annyeooooong~ Hai! Sedikit cerita, hari ini adalah 1,5 minggu sebelum keberangjatan gue ke negeri sosis. Perasaan? Senang jelas, tapi yang lebih dominan adalah tegang! Ketakutan gue mulai muncul dengan bayangan akan jadi apa penelitian gue nanti disana, takut bakalan kurang datanya, takut narasumber enggak mau di wawancara, dan ketakutan lainnya yang berhubungan dengan penelitian gue disana. Tapi, oke lah, untuk sementara persiapan yang paling penting, dan menenangkan diri bahwa segalanya akan lancar disana, doakan!
Nah, bicara menjelang tengah tahun, saat ini kita sudah memasuki bulan Mei kan, berarti enggak lama lagi bulan Juni akan datang dan itulah saatnya tengah tahun akan menghampiri kita semua. Bicara lagi mengenai akhir tahun, gue mau bicara mengenai beberapa hal yang sebelumnya pernah gue tulis dan yang belum gue tulis. Maksud dari yang pernah gue tulis adalah daftar yang akan atau harus gue lakukan sebelum wisuda dan yang belum gue tulis adalah, apa yang akan gue lakukan di tengah tahun ini. Pertama adalah apa yang akan gue lakukan dalam waktu dekat ini, alias bulan depan. Bulan depan gue akan menghabiskannya di negeri sosis. Melalui pengalaman yang jarang gue dapatkan ini, akan gue manfaatkan sebaik-baiknya dengan cara yang paling baik, yaitu menuliskannya! Gue akan berusaha menuliskan setiap harinya sejak keberangkatan gue, mulai 1 Juni sampai 30 Juni. Lumayan melalui tulisan ini juga bisa jadi data harian tapi secara umum aja, kalau terlalu detil enggak baik. Kenapa? Seperti kata salah seorang teman, data harian itu milik pribadi, kita punya hak atas data yang kita miliki. Jadi, melalui pesan itu gue akan membagikan pengalaman selama di negeri sosis itu. Semoga bisa tercapai tulisan #30haridinegerisosis. Kedua, adalah sedikit kabar mengenai proses TBB alias turun berat badan. Nah, ini salah satu target yang prosesnya berjalan cukup lama. Untungnya sedikit demi sedikit mulai membuahkan hasil. Trik yang paling berhasil adalah kalau ke kampus sekarang, gue akan selalu mengusahakan membawa bekal, kenapa? Pertama, gue baru sakit yang mengharuskan di rumah selama seminggu karena kena virus, dan melalui pengalaman ini gue agak sedikit menjaga makanan. Menjaga makanan disini artinya gue enggak mau terlalu sering jajan di luar sembarangan, akhirnya membawa bekal adalah solusi yang cukup sukses, selain itu untungnya adalah buat proses TBB gue jadi bisa memperkirakan dalam sehari gue udah makan berapa banyak. Ketiga alias yang terakhir adalah hari ini gue baru aja selesai nonton film berjudul "The Big Year", ini mengenai beberapa orang yang mengikuti kompetisi untuk mencari spesies burung paling banyak di Amerika selama 1 tahun. Di film ini digambarkan bagaimana perjalanan mereka mencari spesies burung dan mereka memang benar-benar punya kesukaan yang besar terhadap burung. Nah, melalui film ini entah kenapa gue jadi sadar, ada enggak ya hal yang benar-benar gue suka? Akhirnya gue inget, gue suka banget makan dan jalan-jalan! Gue juga pernah cerita mengenai keinginan gue jalan-jalan di pulau Jawa-Bali tapi jalur darat. Gue belum pernah melakukan suatu hal yang benar-benar gue sukai, kayak ini memang udah jadi keinginan gue dari dulu. Ambisi gue paling besar adalah jalan-jalan entah di Indonesia ataupun luar negeri, tapi dengan naik mobil. Itu adalah impian terbesar gue. Gue orangnya suka nyetir mobil, dari TK pun gue udah nekat buat nyalain mobil, sok nyetir, dan baru kesampaian pas SMA, di saat gue punya SIM. Saat ini gue belum punya mobil pribadi, suatu saat nanti gue akan melakukan "The Big Year" versi gue, yaitu setahun penuh melakukan perjalanan darat dan makan!!!! Entah itu akan di Indonesia ataupun di luar. Suatu hari nanti saat gue udah punya uang sendiri dan yang paling penting adalah mobil pribadi, |
Archives
December 2016
|