Pernah iseng mungkin lihat foto orang di Facebook, majalah, atau mungkin iklan di baliho jalanan dan kalian suka sama orang yang ada di gambar itu, yah, hanya sebatas suka aja. Lalu, suatu hari entah itu kebetulan atau apapun itu, kalian bertemu dengan orang yang kalian suka melalui gambar secara nyata, dan itu tidak hanya sekali, bagaimana rasanya? Singkat cerita gue adalah orang yang terkadang menganggur dan saat sedang di depan laptop, hal pertama yang akan dibuka adalah Facebook, hanya sekedar memperhatikan timeline. Di Facebook gue berteman dengan salah satu toko baju lokal di Jogja yang cukup ternama, sebut saja "Toko Idola". Nah, di laman Toko Idola ini gue suka memperhatikan barang-barang terbaru yang mereka punya, tiba-tiba gue menemukan foto salah satu model di albumnya. Model ini adalah lelaki (jelas), rambut bisa dibilang gondrong sebahu, memakai kacamata dengan bingkai hitam kotak, tubuh tidak terlalu kurus (alias pas), tinggi, garis mukanya tegas, dan kesan pertama saat lihat dia gue cuma bisa bilang dalam hati, "keren banget........". Gue adalah orang yang sangat suka lelaki yang paham bagaimana dia harus berpakaian, itu salah satu nilai penting untuk para lelaki. Gue lihat foto cowok ini di album Toko Idola dan gue suka, hanya sebatas suka sama artis sebatas layar kaca televisi.
Lagi, singkat cerita, gue langsung mencari nama model cowok ini di Facebook (radar kepo) dan ketemu! Ternyata kuliah di universitas yang sama dengan gue, tapi jelas fakultas beda, dan pentingnya dia pintar berpakaian bukan hanya di foto sebagai model Toko Idola saja, tetapi sehari-hari juga dia pintar dalam berpakaian. Makin makin kan gue suka ngeliatinnya, penasaran baju macam apa yang dia pakai. Rasa suka sebatas layar laptop ini berhenti disana saja. Entah apa yang terjadi, suatu hari gue pulang kuliah, gue lagi naik motor dan gue liat ke spion, di belakang gue ada si model cowok ini naik vespa putihnya............. Gue cuma bisa diam ngeliatin spion. Karena masih enggak percaya gue bisa ketemu dia, mulailah ide FTV muncul, gue mengikuti kemana dia pergi. HAHAHA. Ternyata oh ternyata, tujuan kita berdua sama, gue kira kebetulan, tapi beberapa hari kemudian gue ketemu dia lagi di jalan pulang. Bisa disimpulkan, mungkin, dia rumahnya di selatan Jogja juga. Setelah ketemu, hasrat kepo semakin dalam, dan entah ada apalagi, salah seorang teman gue ngetwit dan mention akun Twitter model cowok ini! Langsung lah gue buka, dan gue mendapat banyak informasi baru hahaha. Gue kira kebetulan ketemu di jalan hanya sebatas itu, tetapi tidak hanya dua kali, gue hampir ketemu dia empat kali, tanpa disengaja, terakhir adalah dis ebuah pameran, tapi itu pun dari jarak jauh. Lucunya adalah gue sudah cukup lama enggak berkepo ria melihat foto-foto si model cowok ini, tapi hari ini, 19 Februari 2013, gue ketemu untuk pertama kalinya bertatap muka dengan jarak kurang dari 1 meter, di acara wisuda tadi siang. Gue yang lagi buru-buru karena telat kuliah pertama dan berakhir dikeluarkan dari kuliah itu sampai akhir semester (sedikit curhat), seketika kaget. Kalau gue lagi di FTV mungkin kondisinya gue lagi buru-buru, dan saat melihat si model cowok ini tiba-tiba gerakan gue langsung slow motion dan gue ngeliatin dia dengan perlahan sambil berlalu disertai angin-angin khas sinetron. Tapi sayangnya kenyataan berbeda, gue yang lepek kepanasan setelah melewati lautan wisudawan dan wisudawati, cuma bisa jalan cepet dan kaget ngeliatin dia. Yah, inilah kebetulan paling oke selama tahun 2013 berjalan. Karena kekurangan bahan tulisan blog, silahkan nikmati tulisan sampah ini.
0 Comments
Selamat Februari! Bagi yang masih sendiri pasti sedang meratapi nasibnya di tanggal 14 nanti apa jadinya. Gue juga demikian adanya, tapi ternyata ada kegiatan di tanggal 14 yang membuat gue enggak jadi terlalu menganggur, pertama kerja, kedua mengurus wisuda kakak gue. Cukup terlihat sok sibuk, tapi ya lumayan untuk mengisi waktu di kala tanggal 14 tiba. Mari lupakan sejenak mengenai tanggal 14, lebih baik kita beralih ke tanggal 10 Februari, ada apa? Ada imlek! Imlek yang secara umum diketahui sebagai tahun baru penanggalan Cina. Gue sendiri secara pribadi bukanlah Etnis Cina. Namun, disini gue sedikit banyak mau cerita mengenai pengalaman "menjadi Cina" dan tulisan ini dimaksudkan untuk menyambut Imlek. Oya, sebelumnya gue agak sedikit mau membahas mengenai penggunaan kata Cina. Permasalahan penggunaan kata ini terkadang membingungkan beberapa pihak, ada yang bilang untuk menyebut etnis ini harus dengan Tionghoa, atau Cina, atau juga dengan China. Banyak alasan yang melatar belakangi penggunaan kata-kata tersebut. Beberapa waktu belakangan gue bertemu tokoh-tokoh dari etnis ini, salah satunya ada seorang seniman ternama, dia bilang, penggunaan kata ini sebenarnya tidak masalah. Namun, menurut dia Tionghoa sendiri di Cina tidak digunakan, lebih baik tetap menggunakan Cina. Mengapa? Bukan masalah sopan tidak sopan, baginya dengan menggunakan kata Cina, artinya kita tidak melupakan konteks sejarah yang pernah terjadi pada masyarakat keturunan Cina ini. Benar atau tidak, ini adalah pendapat dia, dan gue sendiri lebih memilih menggunakan kata Cina, karena sudah familiar digunakan dalam percakapan sehari-hari, bahkan dengan teman-teman gue dari etnis Cina. Nah, bicara menjadi Cina, gue sendiri selama gue hidup, selalu identik dengan Cina. Mari gue ceritakan sejarah singkat mengapa gue identik dengan Cina. Gue lahir di Jogja, saat lahir menurut keterangan Ibu yang melahirkan gue, mata gue enggak bisa terbuka dan lebarnya hanya segaris saja, ditambah lagi dengan kulit yang sangat putih, jadilah gue di lingkungan tempat tinggal di Jogja dikenal bukan dengan nama Nisa, tetapi Ling ling. Nama Ling ling ini masih terus diungkit setiap kali gue pulang ke Jogja dan sampai saat ini gue tinggal di Jogja pun orang-orang masih ingat dengan nama panggilan ini. Muka gue yang seperti Cina ini tidak berhenti saat masih kecil, dia tetap sama sampai gue sudah kuliah saat ini, gue masih sering dikira Cina. Balik lagi ke masa kecil, saat kerusuhan 1998 pun, gue untuk beberapa hari dilarang untuk sekolah dan pergi keluar, selain karena masalah lain, tapi juga karena muka yang gue miliki "memancing". Saat masuk kuliah pun gue semakin dikenal sebagai Cina, apalagi ditambah adik adik kelas memanggil gue bukan dengan "Mbak" tetapi mereka memanggil gue dengan "Ci". Selama SMP-SMA di Santa Ursula BSD aja gue enggak pernah dipanggil "Ci", malah kuliah gue dipanggil "Ci". Diluar semua itu, di kalangan teman-teman kuliah pun gue dikenal sebagai orang yang memiliki pengetahuan lebih mengenai restoran Cina. Jujur, restoran Cina itu adalah salah satu surga dunia yang paling nyata dan paling nikmat!! Gue jelas gak bisa bohong gue sangat menyukai makanan Cina, termasuk makanan dari B. Semua hal ini dan masih ada beberapa hal kecil lainnya yang membuat gue identik dengan Cina. Kalau gue pikir, gue awalnya sering menyangkal kalau gue bukan keturunan Cina. Gue sering menjelaskan bahkan kakek buyut gue itu asli impor dari Maroko dan enggak ada sedikitpun dari Cina. Namun, seiring waktu gue berpikir lagi, enggak salah dan enggak masalah kalau gue dibilang Cina, enggak ada ruginya kan? Sekarang gue kalau dibilang Cina pun ya lebih biasa aja, dan lebih memilih untuk menjawab bahwa ayah kandung gue itu berasal dari Padang, dan banyak orang Padang yang matanya sipit, dan kebetulan aja untuk kasus gue ada gen gen lain yang membuat gue agak lebih mirip Cina dibanding orang Padang. Di sisi lain, seorang seniman yang keturunan Cina pun bilang, "Kita itu seharusnya bangga jika dibilang Cina, toh Cina adalah bangsa yang mempunyai sejarah yang cukup lama, hampir 5000 tahun lamanya. Jadi kenapa harus berkecil hati?". Gue sendiri sekarang untuk laporan akhir kelulusan kuliah alias skripsi atau skripsweet kata temen gue, gue meneliti mengenai restoran yang dikelola oleh orang Cina. Pada awalnya gue mau cari tahu bagaimana memori dan latar belakang sejarah mereka sebagai keturunan Cina membentuk identitas mereka yang terwujud melalui restorannya. Nah, titik penting disini adalah mengenai kata identitas. Berkali-kali gue ketemu dosen dan seorang peneliti dari Belanda keturunan Cina pun dia bilang bahwa permasalahan identitas itu hanya menjadi masalah bagi peneliti, bukan pribadi yang hidup. Terdengar terlalu serius? Intinya dosen dan peneliti Belanda itu bilang, kalau membahas mengenai etnis Cina atau etnis apapun jangan pernah menggunakan identitas, hal ini akan menimbulkan perbedaan. Mengapa etnis Cina terlihat berbeda dengan etnis lainnya? Sedangkan kita masih ada etnis Batak, etnis Minangkabau, dan masih banyak lagi, tapi di mata kita tidak berbeda. Mengapa etnis Cina terlihat berbeda? Gue sendiri sekarang lagi membantu seorang peneliti yang membahas etnis Cina, gue pribadi senang dengan penelitian ini, karena gue mendapat banyak obrolan menarik seputar etnis Cina di Indonesia. Gue punya beberapa film pendek yang kalian bisa lihat, ini mungkin singkat, tetapi bagi gue maknanya cukup dalam. Saran film dan performance art yang gue sarankan lihat (silahkan cari di YouTube): 1. "Writing in The Rain" karya FX Harsono 2. "Memory of a Name" karya FX Harsono 3. "Sugiharti Halim" karya Ariani Darmawan Sebenarnya ada satu film lagi yang gue sarankan untuk dilihat, yaitu karya Edwin, judulnya "Babi Buta Ingin Terbang". Film ini menurut gue cukup berat, tetapi saat ditelaah lebih dalam lagi, fakta yang disampaikan dalam film ini sangatlah mendalam. Entah tulisan gue ini benar, salah, menyinggung, atau pun tidak, gue minta maaf kalau memang ada kesalahan. Apa yang gue coba sampaikan disini cuma sekedar berbagi cerita aja dan selain itu sisanya bisa kalian terjemahkan sendiri. Terakhir gue cuma mau tambahin, coba kalian cari film yang gue saranin barusan, demi apapun itu menginspirasi, setidaknya buat gue. Di luar itu gue mau mengucapkan.......... SELAMAT TAHUN BARU CINA!
GONG XI GING XI! Semoga tahun Ular membawa peruntungan yang lebih baik bagi semua :) |
Archives
December 2016
|