Ya, hampir satu tahun lamanya saya enggak menyentuh laman pribadi saya ini. Kalau boleh membuat alibi, akhir tahun lalu sibuk mengurus skripsi yang tertunda setelah jalan-jalan, butuh satu tahun lamanya menyelesaikan 70 lembar demi memakai toga dan bangun jam empat pagi untuk bersiap wisuda. Kemudian setelah berhasil mengeluarkan diri dari universitas, saya sibuk mengurus sebuah kelompok yang baru dibentuk dengan beberapa teman-teman. Memang alibi yang kurang menarik rasanya, tapi mau apalagi, itu satu-satunya alasan yang saya punya. Enggak mungkin kalau saya buat alibi saya sibuk mencari kerja. Kenapa? Mari saya mulai ceritanya. Seperti layaknya mahasiswa pada umumnya yang setelah lulus akan sibuk mencari kerja, saya juga mencoba melakukannya. Mula dari bikin akun di Jobstreet, sampai memperbarui data diri di Linkedin. Tapi ya gitu, saya enggak merasa ada kerjaan yang cocok dengan saya, tidak ada yang sesuai. Sempat terpikir untuk mengambil kerjaan yang "mungkin" saya akan suka, yang penting saya punya uang untuk hidup. Hasilnya tetap saja enggak dilakukan. Susah memang mencari kerja, saya akui ya, susah banget. Apalagi kalau mencari yang sesuai dengan apa yang kita inginkan. Bagi banyak orang lain di luar sana mungkin ada yang mudah setelah lulus langsung dapat kerja, tapi ya ada juga yang enggak kan. Akhirnya saya mulai "sok ide" dengan mencari pekerjaan yang sesuai minat saya, yaitu dunia makanan. Bicara soal ketertarikan dengan makanan, saya bukan hanya tertarik dengan memasak, menulis resep, menulis ulasan tempat makan, tapi lebih dari itu. Saya tertarik gimana makanan bisa menjadi pintu untuk berbicara isu yang lebih luas, politik, seni, budaya, ya masih banyak lagi. Lalu datanglah ide untuk mencoba mendaftar kerja di sebuah laman ternama di Singapura yang aktif menulis tentang makanan. Setelah beberapa hari mereka membalas untuk menerima saya. Senang kan hati ini rasanya, tapi sayangnya kesenangan ini enggak bertahan lama, soalnya habis itu saya digantungin. Menurut keterangan beberapa teman yang berpengetahuan soal Singapura, mendapatkan ijin bekerja disana cukup sulit, kalau tempat kerjanya enggak mau ngurusin, akan sangat susah. Jadilah saya batal bekerja dengan mereka, terus saya baper (bawa-perasaan, istilah anak sekarang) kalau ada yang sebut-sebut nama calon tempat saya kerja di Singapura itu. Tapi yasudahlah, mau apalagi kan ya. Kemudian saya bingung harus apa, kemana, ngapain. Melihat teman-teman saya saat SMA yang sudah bekerja, ber-uang, membuat saya suka iri. Namanya juga manusia, sukanya iri. Tapi ya saya kemudian berpikir, untuk apa saya kerja dapat uang, tapi saya enggak suka kerjaannya? Akhirnya saya memutuskan untuk melakukan apa yang saya suka. Asik ya kan, saya terdengar seperti bisa bikin hashtag untuk hidup saya kayak: #passionchaser #livetothefullest #carpediem. Balik lagi ke permasalahan "melakukan apa yang saya suka", untungnya ada teman saya yang datang dikirimkan Allah untuk mempunyai pikiran yang sama dengan saya, yaitu ketertarikan dengan makanan. Kita berdua kemudian membuat kelompok studi yang berfokus pada isu makanan. Kita beri nama "Bakudapan Food Study Group", hasil bantuan dari seorang inisiator Yes No Wave. Dua video diatas adalah sedikit dari banyak kegiatan yang saya lakukan bersama teman-teman dari Bakudapan. Kalau mau lihat lebih banyak lagi bisa buka laman Bakudapan di http://bakudapan.com. Kegiatan dengan Bakudapan ini sudah berlangsung selama hampir setengah tahun. Cukup banyak kegiatan yang kami lakukan, kalau enggak percaya buka laman Bakudapan. Kegiatan belakangan ini kami sedang mempersiapkan membuat jurnal tentang topik yang kita angkat untuk proyek pertama ini. Terdengar seru? Tapi banyak orang, di luar lingkungan baru saya bersama Bakudapan yang bertanya, "dapat untungnya darimana?". Susah saya jawabnya, saya juga melakukan kegiatan dengan Bakudapan ini hasil ke-ikhlasan teman-teman yang tergabung di dalamnya. Kalau butuh dana untuk kegiatan kita saling mengumpulkan uang pribadi.
Kalau enggak dapat uang, lalu ngapain jalanin kegiatan dengan Bakudapan? Kalau boleh bilang dengan buat alibi, alibi saya "namanya juga Generasi Y". Generasi Y (lahir tahun 1980-2000) generasi yang katanya (hasil diskusi dengan beberapa orang) adalah generasi yang senang mempertanyakan banyak hal, erat sekali dengan internet sampai setengah harinya hidup ada disana, melakukan apa yang mereka inginkan, walaupun mereka punya rencana masa depan, tapi mereka hidup di masa sekarang dan mengejarnya. Kalau mau contoh mudah, salah satunya ya saya ini; tidak mencari pekerjaan tetap, tapi mengejar apa yang saya sukai serta nikmati dengan dukungan orang tua - walaupun enggak punya penghasilan tetap, kalau sakit enggak ada asuransi perusahaan yang menanggung, kalau uang habis sedih (semuanya juga gitu). Saya bukan mencoba generalisir semua Generasi Y itu seperti yang saya bicarakan, tapi kalau boleh kasih contoh, ya saya ini. Secara sadar, saya memang jadi bagiannya. Tapi ya gimana lagi, saya memang punya mimpi dengan apa yang saya lakukan sekarang ini, Bakudapan, berharap kedepannya punya tempat sendiri, ada perpustakaan, dan menjadi tempat studi (yang mungkin pertama) di Indonesia yang fokus terhadap makanan dengan pendekatan dan praktik yang beragam. Mewujudkan semua ini jelas butuh waktu dan banyak ketidakpastiannya. Terlihat meragukan mungkin ya apa yang saya kerjakan saat ini bersama teman-teman, tapi ya gitu, saya melakukan apa yang saya suka walaupun banyak resikonya, namanya juga Generasi Y, jadi maklumin aja...
0 Comments
|
Archives
December 2016
|